Berbicara padamu bak berujar pada batu. Semakin berkoar mulutku, semakin aku terlihat bodoh. Lelah. Sungguh lelah.
Ketika kata-kataku tak lagi berarti mungkin bahasa kalbuku mampu. Semoga saja.
Bila angin datang, aku akan titipkan kalimat-kalimat kalbuku. Semoga saja kau mengerti. Ini adalah bukti bila kau berarti. Baik dalam nafas dan gerakku.
Aku pun titipkan sedikit pesan agar kau mau bercurah hati pada awan. Bila itu mampu membuatmu meluluhkan kerak hati dan mulai kembali pada kami. Aku percaya, awan kan membantumu.
Aku berkata demikian bukan karena malam mulai mengelukanmu. Aku berkata demikian hanya untuk membawa ruhmu kembali menapak bumi. Ini bukan persoalan siapa yang kan memenangkan perang. Namun, siapa yang hendak mengakhiri perang.
Sudah kelu lidah dan kerontang tenggorokan. Tetap aku kan berkoar. Baik melalui kata-kata rangkaian lidah yang lelah. Atau melalui bahasa kalbu melalui angin.
Aku akan terus berupaya agar ruhmu kembali menapak. Kembali memeluk senyum. Kembali menggenggam tawa. Kembali bersenandung asa bersama aku dan mereka.
Aku kan menantimu. Meski ku tahu itu kan lama. Dan ku pun tahu. Bila dirimu akan mulai mendengar dengan hati. Meski akan memakan waktu pertumbuhan ilalang. Aku kan tetap menantimu. Teman.
"teman" :(
BalasHapusitu yang selalu dikatakan wdy..