Label

Ajal (1) aku dan sahabatku (1) Aku Kan Tetap Menantimu (Teman) (1) Aku Pria Pemegang Impian (1) Asa Itu Masih Ada (1) asmara (1) bahasa kalbu (2) Begitu Pula Mereka (1) Berbeda Bukanlah Musuhmu (1) Bersatu Tanpa Perlu Sama (1) Bersiap pergi (1) bimbang (1) Bukan Sekedar Cinta (1) celoteh (3) celoteh seorang ibu (1) cermin (1) Cermin Keluguannya (1) cinta (6) Cinta Kan Selalu Hadir (1) Di antara sunyi dan senyap (1) Dirimu Adalah (1) duduk bersama (1) ego (1) Egoisme Semu (1) Engkau Indonesia (1) Esok Hari Akan Lebih Baik (1) Gadis Manis (1) gerutu (1) Hadapi Saja (1) Hanya Menjadi Sebuah Coretan di Relung Imaji (1) Hari Itu (1) helai (1) hubungan pertemanan (2) imajinatif (7) Indah (Bukan Untukku) (1) Jalanku Jalan Sunyi (1) Jangan Remehkan (1) Kacang (1) karya Khairil Haesy (28) kata (1) kelakar katak (6) kenangan (2) kepedihan (1) ketika (1) Ketika Asmara Menyentuh (1) Langit Aksara Nurani Haesy (1) ledek seorang anak (1) marah (1) Mati Perlahan (1) Melihat Iblis Menari (1) melukis langit (1) memaknai (1) memori (1) Meninggalkan Sisa Romansa (1) Menjadi Apa yang Diharapkan (1) Menjadi Bijak (1) menjaga (1) Menyimpan Resah (1) meredam ego (1) Monolog Bhisma (1) muhammad khairil (13) Muhammad Khairil Haesy (47) payung (2) Pelangi (1) penerus (1) Penuh Cipta Makna (1) Perkara Cinta I (1) Perlahan dan Pasti (1) Perpindahan (1) persahabatan (2) persaudaraan (3) pertengkaran (1) Prahara Rasa (1) puisi (77) puisi dan ilustrasi (1) puisi kenangan (1) puisi khairil haesy (2) Puisi Muhammad Khairil Haesy (9) puisi sastra (9) puisi tiga bagian (1) pulang (1) Raja Singa Jemawa (1) rasa (1) Rasa dan Cinta (1) rindu (2) Rindu Rumah (1) Ruang Senduku (1) sahut seorang bapak (1) salah (1) Sama Halnya Dengan Berjudi (1) sastra (14) Sebuah Keputusan (1) sedih (1) sekuntum (1) Sekuntum dan Helai (1) Selamat Berulang Tahun (Maaf Tak Ada Di Sisimu) Ayah (1) Selamat Jalan Sang Teknolog (1) senyawa hati (1) separuh (1) Sepasang Muda-Mudi (1) serapah takjub (1) sesaat dan terlupakan (1) Soal Menyelami Makna (1) Suara Hati Tak Pernah Ingkar (1) Sudah Berpulang (1) Sudah Biasa Terlupakan (1) Sudah Lama Rasanya (1) Tanpamu Ku Lemah (1) Tarian Pinggir Danau (1) Telah Terjalin Persaudaraan (1) teman (1) tentang manusia (1) Tragedi (1) ujaran (2) Untaian Kerinduan (1) untuk anakku (1) wajah muram itu (1) waktu (1)

Kamis, 14 November 2019

Sudah Biasa Terlupakan

Sudah biasa terlupakan
Karena hanya remahan roti
Yang lenyap larut saat tersentuh air

Sudah biasa terlupakan
Karena hanya bulir debu
Yang senyap terhempas angin

Ah, sudah biasa terlupakan
Karena peluh keringat ini
Tak pernah dihargai

Diksi itu hanya menoreh gores luka baru
Menambah perih luka
Yang belum sempat kering ini

Rabu, 13 November 2019

Aku Pria Pemegang Impian

Sering kali penat membelenggu akal
Membawa amarah dan gerutu
Hingga berujung sesal

Kerap kali lelah melemahkan
Kebijaksanaan yang telah ada
Hingga luruh keharmonian bersama

Segala tantangan dan rintangan
Menjadi material baru
Membangun rumah bersama
Kau, aku, dan anak-anak nanti

Maaf bila memang kadang ku khilaf
Bukan maksud merendahkan
Atau bahkan mencampakkan
Namun memang aku manusia biasa
Yang setiap waktu bergelut
Dengan segala persoalan
Hati dan akal

Maaf bila memang hingga kini
Masih ada mimpi
Yang dulu ku tawarkan
Belum terbentuk fisiknya
Atau belum seujung kuku terlaksana
Tapi yakinlah
Aku pria pemegang impian
Hingga itu terwujud
Di suatu kala yang tepat

Terima kasih atas jerih keringatmu
Menjaga hatiku
Menata hidupku
Melegakan kekhawatiranku

Terima kasih atas segala kesabaranmu
Mengasihi sepenuh kasih
Mencintai sepenuh cinta
Memaafkan sepenuh jiwa
Melindungi sepenuh tenaga
Segala impian-impian
Yang tengah dibangun perlahan
Yang sudah dirasakan bersama
Terima kasih

Senin, 04 November 2019

Jalanku Jalan Sunyi

Jalanku jalan sunyi
Tak ada lagu yang menyertai
Tiada pula gemerlap kembang api
Hanya terdengar dengungan penuh dengki
Memaki tiap langkah tertatih
Darah mengalir
Demi melindungi
Keutuhan bumi pertiwi

Jalanku jalan sepi
Di tengah aku berdiri
Di situ jua aku dicaci
Hanya karena paparkan kebenaran hakiki
Mereka lempari diri ini
Dengan cemooh jatuhkan harga diri
Meski peluh keringat ini
Deras jatuh ke bumi
Demi keberlanjutan generasi

Ya, jalanku memang jalan sunyi
Meski begitu, hati selalu yakinkan diri
Cinta kasih akan kembali bersemi
Menghempas ujaran dengki dan benci


Melihat Iblis Menari

Sudah adilkah?
Bila kita selah menuduh yang lain salah
Sementara diri kita salah
Tak pernah meminta maaf dan mengalah
Sudah adilkah?

Begitu sibuk jari dan bibir menghujat
Begitu lupa cermin menampakkan aurat
Begitu sigap mata mencari coretan
Begitu lalai diri menyadari suatu kebaikan

Beginikah situasi Indonesia kini?
Sungguh miris hati
Melihat iblis menari
Di atas retak kesatuan bangsa ini